Forum Pajak – Ketentuan mengenai kuasa wajib pajak untuk mengurus masalah perpajakan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tanggal 18 Desember 2014 tentang Pemberian Kuasa dari Wajib Pajak. Peraturan tersebut selama ini dianggap membatasi advokat dalam membela klien dalam masalah terkait perpajakan. Pasalnya, advokat bukan merupakan konsultan pajak.
Adalah Petrus Bala Pattyona yang mengajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materiil atas Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang menyatakan:
Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Petrus Bala Pattyona menyatakan, karena peraturan tersebut ia mengalami kerugian konstitusional karena pembatasan-pembatasan ruang gerak bagi para advokat sehingga merugikan Pemohon. Ia menunjukkan contoh kerugian konkret dan konstitusional ketika Pemohon pernah ditolak oleh Kantor Pelayanan Pajak Bantul saat memberikan bantuan hukum kepada kliennya. Surat kuasa yang dibawanya ditolak KPP karena Pemohon adalah seorang advokat. Penolakan KPP didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tanggal 18 Desember 2014 tentang Pemberian Kuasa dari Wajib Pajak yang mana peraturan ini mendasarkan pada Pasal 32 UU KUP.
Menindaklanjuti laporan Petrus Bala Pattyona, 9 hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (3a) UU. No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga UU. No. 6/1983 Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis-administratif dan bukan pembatasan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga Negara. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut termuat dalam Putusan MK No. 63/PUU-XV/2017 tanggal 26 April 2018.
Merespon putusan mahkamah konstitusi yang menyatakan bahwa Pasal 32 ayat 3a UU. No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga UU. No. 6/1983 Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan bertentangan dengan UUD 1945, beberapa pihak menarik kesimpulan bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tanggal 18 Desember 2014 tentang Pemberian Kuasa dari Wajib Pajak secara otomatis tidak berlaku karena Permenkeu tersebut mendasarkan pada Pasal 32 ayat (3a) UU KUP.
Respon Ditjen Pajak
Sesaat setelah putusan mahkamah konstitusi, beberapa pihak Direktorat Jenderal Pajak melakukan telaahan bersama Narasumber Denny Indrayana. Pada kesempatan tersebut disampaikan bahwa Peraturan Menteri sebagai peraturan perundang-undangan delegasian (delegated legislation) dari suatu undang-undang pada prinsipnya mengatur lebih lanjut materi yang diatur dalam undang-undang yang mendelegasikannya. Jika undang-undang tersebut sudah dicabut atau digantikan dengan undang-undang yang baru, sangat mungkin substansi Peraturan Menteri tersebut menjadi tidak relevan atau bahkan dapat bertentangan dengan undang-undang yang baru.
Dalam doktrin, pada prinsipnya peraturan perundang-undangan hanya mungkin dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi (Bagir Manan: 1992, hlm. 22). Adanya penggantian undang-undang tidak secara otomatis mencabut keberlakuan Peraturan Menteri yang merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang yang lama.
Peraturan Menteri tersebut menjadi tidak berlaku apabila undang-undang yang baru secara tegas mencabut Peraturan Menteri tersebut. Dalam hal undang-undang baru tersebut tidak mencabut secara tegas (biasanya dalam Ketentuan Penutup), maka Peraturan Menteri tersebut tetap berlaku.
Salinan lengkap putusan Mahkamah Konstitusi dapat di download PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 63_PUU-XV_2017.pdf
Comments are closed.