Top_Menu

penggelapan-ppn-administrasi-pajak

Sanksi Keterlambatan Penerbitan Faktur Pajak

Terkadang pembeli menerima Faktur Pajak dari penjual atas transaksi jual beli namun tanggal di Faktur Pajak tidak sesuai dengan tanggal penyerahan barang/invoice dan baru diterima 2-3 bulan setelah tanggal penyerahan/invoice. Lalu sebagai pembeli apakah yang harus kita lakukan, apakah Faktur Pajak tersebut dapat dikreditkan atau tidak?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut marilah kita lihat aturan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, Faktur Pajak wajib dibuat pada saat:

  1. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
  2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
  3. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
  4. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 

 

Secara prinsip, Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, namun demikian karena suatu hal dapat terjadi keterlambatan penerbitan Faktur Pajak. Atas keterlambatan penerbitan Faktur Pajak dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) tanpa adanya ketentuan mengenai batas waktu keterlambatan.

Untuk menjamin kepastian terlaksananya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, perlu adanya pembatasan jangka waktu penerbitan Faktur Pajak. Di samping itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk menyelaraskan pengakuan penghasilan di dalam menghitung peredaran usaha yang digunakan di dalam menghitung Pajak Penghasilan dengan peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, saat pembuatan Faktur Pajak ditentukan sesuai dengan prinsip bisnis yang sehat dan harus memenuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten.

Untuk itu dalam pasal 19 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012 diatur bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. Sanksi bagi pembeli diatur dalam ayat (5) yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Berdasrkan aturan diatas apabila kita buat ilustrasi misalnya:

Tanggal 2 Januari 2014 PT ABC menjual barang ke PT XYZ Rp 10.000.000,-, barang diserahkan langsung pada saat itu kemudian pembayaran baru dilakukan tanggal 2 Mei 2014, maka PT ABC wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 2 Januari 2014 dengan nilai PPN Rp 1.000.000 (10% x Rp 10.000.000).

Apabila PT ABC ternyata membuat Faktur Pajak pada saat pembayaran diterima yaitu tanggal 2 Mei 2014 senilai PPN Rp 1.000.000,-, maka Faktur Pajak tersebut tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak, akibatnya PT XYZ tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum di Faktur Pajak, namun tetap dilaporkan di SPT Masa PPN lampiran 1111 B3. PT ABC akan dikenakan sanksi pasal 14 ayat (4) UU KUP dengan denda sebesar Rp 200.000,- (2% x Dasar Pengenaan Pajak atau 2% x Rp 10.000.000,-). Namun apabila keterlambatan penerbitan Faktur Pajak tersebut antara tanggal 3 Januari 2014 sampai dengan 1 April 2014 (tidak lebih dari 3 bulan sejak saat seharusnya Faktur Pajak dibuat), maka PT XYZ masih dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak, meskipun PT ABC tetap dikenakan sanksi keterlambatan penerbitan Faktur Pajak pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp 200.000,-.

, , ,

Comments are closed.