Top_Menu

perlakuan-pajak-atas-kerugian-piutang-sebagai-pengurang-penghasilan-kena-pajak

Perlakuan Pajak atas Kerugian Piutang

Forum Pajak – Pada artikel sebelumnya,-Akuntansi Pajak: Kerugian Piutang (Bagian I) kita telah ditunjukkan ilustrasi jurnal Piutang Usaha. Telah disinggung pula masalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan dasar hukum perlakuan pajak atas kerugian piutang sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan. Pada bagian ini, yang merupakan bagian II dari Akuntansi Pajak: Kerugian Piutang, akan melihat lebih detil ketentuan pajak terkait dengan biaya kerugian piutang yang dapat dikurangkan pada penghasilan kena pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 Tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto sttd PMK-207/PMK.010/2015.

Perlakuan Pajak atas Kerugian Piutang

Kerugian Piutang menurut perpajakan merujuk pada piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, yaitu piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak[1]. Dikecualikan dari perlakuan sebagai kerugian piutang tersebut adalah kerugian piutang yang terjadi dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.[2]

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan Sebagai Pengurang Penghasilan Bruto[3] 

Pada PMK-207 terdapat dua kategori debitur terkait dengan penghapusan piutang yang tidak dapat ditagih, yaitu piutang kepada debitur kecil dan piutang kepada debitur bukan kecil (debitur besar). Piutang kepada debitur kecil dikelompokkan lagi menjadi dua berdasarkan nilai piutang, yaitu:

  • piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp5. 000.000,00 (lima juta rupiah)
  • piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri.

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan: Debitur Besar

PMK-207 memberikan ketentuan bagi kreditur yang ingin membebankan kerugian piutangnya kepada debitur besar. Ketentuan ini termuat dalam Pasal 3 PMK-207/PMK.010/2015 sebagai berikut:

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copy dan soft copy, dengan mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
  3. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
  4. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut:
  • telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara dibuktikan dengan adanya fotokopi bukti penagihannya ke penyerahan perkara Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara.
  • terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, dengan melampirkan fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris;
  • telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dengan melampirkan fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus;
  • adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu dengan melampirkan surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan: Debitur Kecil dengan Jumlah Tidak Melebihi Rp 100 juta

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copy dan soft copy, dengan mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
  3. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
  4. kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
  • Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra)
  • Kredit Usaha Tani (KUT)
  • Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS)
  • Kredit Usaha Kecil (KPK)
  • Kredit Usaha Rakyat (KUR)
  • Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan: Debitur Kecil dengan Jumlah Tidak Melebihi Rp 5 juta

Persyaratan untuk membebankan kerugian piutang yang timbul karena piutang tidak dapat ditagih dari debitur kecil adalah tidak berbeda dengan Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan: Debitur Kecil dengan Jumlah Tidak Melebihi Rp 100 juta.

Sedikit perbedaan adalah dengan adanya pengecualian dari keharusan mencantumkan identitas debitur berupa NPWP. Ketentuan mengenai pengecualian keharusan mencantumkan identitas debitur berupa NPWP ini mulai berlaku untuk penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dibebankan sejak Tahun Pajak 2015[4]. Di bawah ini resume syarat membebankan kerugian piutang atau penghapusan piutang kepada debitur kecil lainnya:

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copy dan soft copy, dengan mencantumkan identitas debitur berupa nama, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
  3. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

 [1] Pasal 1 PMK-105/PMK.03/2009

[2] Pasal 2 PMK-105/PMK.03/2009

[3] Pasal 3 PMK-207/PMK.010/2015

[4] Pasal 5 ayat (2) PMK-207/PMK.010/2015

, , , , , ,

Comments are closed.