Mukidi: Tanya Jawab Pajak #1
Hari itu Mukidi disuruh Non-nya ke kantor pajak. Itu pekerjaan yang paling menjengkelkan buatnya. Tapi namanya pekerjaan, mau tidak mau ia harus pergi juga. Misinya kali ini Cuma suruh Tanya-tanya soal pajak.
Apes nampaknya masih berlanjut. Hari itu yang jaga meja bantuan Tanya jawab laki-laki yang kelihatan garang. Sementara meja sebelah yang terisi orang pajak cantik jelita sudah ada yang konsultasi.
“Hidup ini benar-benar tidak adil…” tanpa sadar Mukidi ngedumel sendiri.
“Maskud masnya apa bilang tidak adil? Nuduh orang pajak tidak adil, gitu?”
Kaget Mukidi mendengar nada Garang, sontak alam bawah sadarnya merespon.
“Orang pajak memang banyak yang tidak adil hehehehe..”
“Sini Mas, duduk, saya jelasin. Mas mau Tanya pengampunan pajak kan? Pengampunan pajak itu dasarnya undang-undang. Undang-undang itu atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Itu makanya ada kata-kata mutiara taxation without representation is robbery.”
Mukidi malah cengegesan.
“ Jadi kalau Masnya bilang orang pajak banyak yang tidak adil itu dasarnya apa? Kami dasarnya undang-undang. Kami juga bayar pajak. Kalau tidak menjelaskan fitnah Mas, saya cek kewajiban pajaknya, saya uber rumahnya dimana, saya suruh bayar pajak!”
Mukidi tambah cengegesan. “Itu bukan fitnah Pak. Orang pajak memang banyak yang tidak adil.”
Muka petugas layanan mulai merah padam. Baru kali ini ada rakyat yang berani terang-terangan mengatakan begitu.
Tapi Mukidi tetap tenang. “Sekarang saya Tanya Bapak ya?”
“Boleh!!” Jawab petugas pajak.
“Istri bapak berapa?”
“Satu.”
“Istri atasan bapak berapa?”
“Satu.”
“Istri kepala kantor Bapak berapa?”
“Satu juga. Maksudnya apa Tanya-tanya istri segala?”
“Lha itu buktinya kalau orang pajak banyak yang tidak adil. Kalau bapak, atasan bapak sama kepala kantor itu sudah adil, pasti istrinya dua, tiga atau bahkan empat. Kan Bapak tahu kalau nambah istri syaratnya adil.”
Petugas Pajak: ^&&*(&^()
Mukidi: Tanya Jawab Pajak #2
Sesampai di rumah, Mukidi masih senyam senyum sendiri. Juragannya, si Non cantik heran. Tidak biasanya Mukidi berurusan dengan kantor pajak lalu pulang senyam-senyum. Pasti ada apa-apanya. Jangan-jangan dapat gebetan pegawai pajak yang bahenol itu.
“Eh, kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Dapet calon alumni baru ya?
(Istilah “alumni” ini memang biasa dipakai si Non ketimbang istilah mantan. Alasannya sederhana: Kalau alumni bisa kapan-kapan reuni, kalau mantan nggak bisa reuni.)
“Calon alumni apaan sih Non…?”
“Hehehe…udah tadi dapat apa di kantor pajak?”
“Hehehe…tadi saya bilangin kalau orang pajak itu banyak yang tidak adil?”
“Serius?”
“Serius!”
“Ah..pasti bercanda kamu!”
“Serius Non. Pas ditanya alasannya saya bilang: Kalau bapak, atasan bapak sama kepala kantor itu sudah adil, pasti istrinya dua, tiga atau bahkan empat…hahaha”
“Ah..Ngaco ah! Dijelasin apa tadi di kantor pajak?”
“Bingung Non, pakai bahasa-bahasa enggris segala.”
“Emang gimana?”
“Iya. Dia bilang pakai dasarnya undang-undang segala, lalu kalau nggak salah sih.. bilang robbery is taxation with representation atau gimana gitu..”
“Hahahaha…ngaco ah!”
Mukidi: &*&^$%&(
Comments are closed.