Top_Menu

pengenaan-cukai-kantong-plastik

Menjaga Eksistensi Lingkungan dengan Cukai Kantong Plastik

November tahun lalu masyarakat dihebohkan dengan seekor ikan paus jenis sperma (Physeter macrocephalus) yang mati terdampar di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Dalam perut paus tersebut ditemukan 5,9 kilogram sampah dimana sebagian besarnya adalah plastik. Keberadaan plastik seolah tidak dapat dihindari saat ini. Hampir setiap makanan dan minuman terbungkus oleh plastik, begitupun dengan kantong belanja yang sering dipakai masyarakat.

Jika masyarakat bersikap acuh tak acuh terhadap keberadaan plastik, salah satu yang dapat terimbas dampak negatifnya adalah lingkungan. Polistirena, bahan utama yang digunakan untuk membuat berbagai macam benda berbahan plastik memiliki jangka waktu yang amat panjang untuk bisa terurai di tanah secara alami. Menurut Science Learn, kantong plastik berbahan polistirena membutuhkan waktu untuk menghancurkan diri di tanah selama 20 tahun.  Dalam istilah ekonomi, dampak ini disebut dengan ekternalitas negatif dari plastik. Eksternalitas menurut Mankiw adalah “the uncompensated impact of one person’s actions on the well-being of a bystander” atau dampak tindakan suatu pihak terhadap kondisi orang atau pihak lain. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk mengendalikan eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh plastik adalah dengan menerapkan pengenaan cukai terhadap plastik.

Negara yang sudah mengimplementasikan pengenaan cukai terhadap plastik adalah Kenya, Afrika Selatan dan Tanzania. Adapun salah satu negara yang sudah melakukan pengenaan cukai terhadap plastik di Asia Tenggara adalah Brunei Darussalam.

Mengenal Cukai Lebih Jauh

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu pula. Salah satu karakteristiknya adalah pemakaian atas barang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Tujuan dari pengenaan cukai selain untuk penerimaan negara adalah untuk pengendalian konsumsi dan penggantian biaya sarana dan prasarana publik yang terimbas atas penggunaan barang tersebut.

Indonesia termasuk dalam extremely narrow coverage dalam pengenaan cukai terhadap suatu barang. Indonesia hanya menerapkan tiga jenis komoditas yang dikenai cukai yakni etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau. Negara lain seperti Brazil sudah menerapkan pengenaan cukai hampir pada semua industri pangan. Selain itu, terdapat beberapa negara yang sudah menerapkan cukai terhadap minyak bumi dan kendaraan. Adapun rata-rata negara ASEAN sudah menerapkan sebelas kategori objek cukai.

Penerimaan cukai di Indonesia sendiri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pendapatan cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2019 ditargetkan sebesar Rp165.501,0 miliar. Target ini mengalami kenaikan 6,4 persen dibandingkan target dalam outlook tahun 2018. Disebutkan bahwa hal-hal yang menyebabkan kenaikan target pendapatan cukai antara lain adanya penyesuaian kenaikan tarif cukai hasil tembakau, penertiban rokok ilegal dan adanya rencana penambahan barang kena cukai (BKC) baru berupa kemasan atau kantong plastik. Sebenarnya, dalam Nota Keuangan APBN 2018 cukai kantong plastik sendiri sudah ditargetkan Rp500,0 miliar.

Kebijakan Pungutan Cukai Kantong Plastik

Pungutan cukai sendiri dapat dikenakan di setiap tahapan, namun di Indonesia pungutan cukai dikenakan pada tahap produksi (pabrikan). Hal ini disebabkan karena lebih mudahnya melakukan kontrol produksi dibandingkan dengan tahapan lainnya, sehingga mampu menekan penawaran plastik kepada masyarakat. Penekanan penawaran ini lebih efisien daripada meminta setiap konsumen untuk mengurangi atau tidak melakukan permintaan plastik. Untuk saat ini hanya Brunei Darussalam yang menerapkan kebijakan cukai atas plastik pada kebijakan terbarunya tentang Customs Import Tax and Excise Duties di bulan April 2017 di ASEAN. Sementara itu, beberapa negara lain seperti halnya Thailand dan Filipina sedang mempersiapkan kajian mendalam mengenai penerapan cukai atas produk plastik. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa Indonesia sendiri sudah menyebut pengenaan cukai atas kantong plastik sejak APBN 2018. Namun, sampai tahun 2019 Pemerintah tidak kunjung menetapkan peraturan terkait dengan pengenaan cukai terhadap kantong plastik.

Menurut penelitian Jenna R Jambeck dan timnya pada 2015 dalam American Association for the Advancement of Science, Indonesia menempati posisi penyumbang sampah plastik di lautan terbesar kedua di dunia dengan rentang 0,48 -1,29 juta metrik ton sampah plastik per tahun. Hal ini dikarenakan kesalahan pengelolaan limbah plastik. Mismanaged plastic waste tersebut mencapai 10% dari total sampah di dunia. Fakta ini seharusnya dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk lekas menerapkan pengenaan cukai terhadap kantong plastik yang diharapkan dapat mengubah pola konsumsi masyarakat terhadap kantong plastik. Faktor pendukung lain atas penerapan cukai terhadap kantong plastik adalah bahwa Indonesia sudah memiliki modal awal yakni pencanangan (uji coba) penggunaan kantong plastik berbayar sesuai edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tahun 2016. Selain itu, beberapa daerah di Indonesia sudah mulai menerapkan pengurangan penggunaan kantong plastik. Dalam tirto.id , pada 1 Januari 2019, Pemerintah Kota Denpasar menerbitkan aturan untuk membatasi penggunaan sampah di daerahnya. Selain Denpasar, beberapa kota yang sudah menerapkan aturan tersebut adalah Balikpapan, Bogor, Jambi dan Bali.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa pemerintah sudah menargetkan penerimaan negara dari pungutan cukai kantong plastik. Dalam kajiannya, Pemerintah hendaknya memperjelas definisi dan pengklasifikasian kantong plastik itu sendiri. Lebih lanjut, Pemerintah menerapkan tarif berbeda antara kantong plastik yang mudah terurai dengan yang tidak. Selain itu, Pemerintah perlu mempertimbangkan terkait dengan dampak pungutan cukai plastik terhadap laju bisnis produsen plastik dan usaha mikro di Indonesia. Hal ini dikarenakan harga plastik akan naik sehingga keuntungan mereka akan mengalami penurunan. Selain melakukan pungutan cukai kantong plastik, pemerintah sebaiknya juga melakukan upaya peningkatan kesadaran atas konsekuensi penggunaan kantong plastik kepada masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap limbah produsen kantong plastik. Dua hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas penerapan cukai kantong plastik sebagai pengendali konsumsi masyarakat.


Referensi:

, , , , , ,

Comments are closed.