Forum Pajak – Periode pertama tax amnesty berakhir dengan mulus pada 30 September 2016 lalu. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak berhasil menghimpun uang tebusan amnesti pajak hingga Rp 88 trilyun, lebih dari separo target penerimaan uang tebusan dari tax amnesty yang dipatok Rp 165 trilyun.
Kini tax amnesty telah memasuki setengah bulan pertama periode kedua yang akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2016. Pada periode kedua ini, tarif uang tebusan bagi wajib pajak non UKM adalah sebesar 3% untuk repratriasi dan deklarasi harta dalam negeri serta 6% untuk deklarasi harta di luar negeri. Bagi UKM, pada periode kedua ini dikenakan tarif 0,5% untuk pengungkapan harta hingga Rp 10 milyar dan tarif 2% untuk pengungkapan harta lebih dari Rp 10 milyar.
Pada pelaksanaan amnesti pajak periode pertama, dari pengamatan Forum Pajak, tak lepas dari fenomena calo tax amnesty. Menjelang akhir periode pertama misalnya, penyampaian Surat Pernyataan Harta di tempat-tempat tertentu didominasi oleh para calo ini. Satu orang calo setidaknya membawa 10 berkas wajib pajak. Dikonfirmasi fenomena calo tersebut, pihak DJP yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, keberadaan calo-calo tersebut sulit untuk diatasi mengingat longgarnya aturan mengenai kuasa dalam program tax amnesty. Ia menambahkan, pihak DJP hanya mampu membatasi jumlah berkas yang boleh dibawa yaitu maksimal 2 berkas wajib pajak.
Untuk diketahui, pengaturan mengenai kuasa wajib pajak yang ditunjukkan dengan adanya surat kuasa, diatur dalam UU Pengampunan Pajak. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa surat kuasa dibuat sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, di mana siapa saja dapat ditunjuk sebagai penerima kuasa sepanjang memperoleh mandat dari wajib pajak. Tidak ada persyaratan maupun kualifikasi khusus untuk menyampaikan Surat Pernyataan Harta ke kantor pajak maupun tempat tertentu.
Salah satu penyedia jasa calo tax amnesty yang sempat berbincang dengan pihak Forum Pajak mengaku masih berstatus mahasiswa pada sebuah perguruan tinggi ternama. Berikut kutipan perbincangannya:
FP : Saya lihat Anda masih muda sekali untuk menjadi konsultan. Bagaimana Anda mendapat ide untuk menjadi penyedia jasa perantara untuk amnesti pajak?
XXX : Saya mendapat tawaran saja untuk melakukan ini.
FP : Siapa yang menawari Anda? Orang dalam atau orang luar?
XXX : Ada. Tapi itu rahasia.
FP : Boleh tahu berapa yang Anda dapat untuk ini?
XXX : Tidak banyak dan berbeda-beda. Kalau yang seperti saya biasanya dihitung berdasarkan surat yang kami sampaikan. Kan cuma mewakili wajib pajak ikut antrian dan mengantar surat. Orang-orang kaya biasanya malas ikut berdesak-desakkan di antrian menjelang akhir-akhir bulan begini.
FP : Kalau yang tidak seperti Anda?
XXX : Bervariasi juga. Ada yang dihitung berdasarkan persentase, bisa 1% – 2%, ada yang tarifnya fix.
FP : Maksutnya fix?
XXX : Kayak tarif konsultan, misal 20 juta atau 50 juta.
FP : Kalau yang persentase?
XXX : Mirip kayak uang tebusan. Harta yang hendak dilaporkan berapa, kali persentasenya.
FP : Kayak bayar uang tebusan 2x dong?
XXX : Hehehe..
FP : Jadi, yang menyuruh Anda orang dalam apa orang luar?
XXX : Rahasia hehehe
Fenomena maraknya calo tax amnesty ini mendapat tanggapan yang berbeda-beda dari wajib pajak. Beberapa menyatakan terbantu dengan adanya calo-calo tersebut. Namun ada juga yang merasa terganggu.
“Kalau saya bisa isi sendiri, saya pilih isi sendiri. Soalnya isian formulir pajak itu susah-susah. Apalagi yang pakai aplikasi excel itu. Udah gitu antriannya bisa seharian, habis waktu saya. Mending bayar orang 2-3 juta, beres semua,” ungkap salah seorang wajib pajak yang merasa terbantu keberadaan calo tax amnesty.
“Saya ini bukan orang kaya. Tapi saya tersentuh untuk turut bantu-bantu Pak Jokowi, makanya saya ikut program tax amnesty. Tapi saya sedikit kecewa karena mesti bolak-balik membetulkan surat. Setiap balik mesti ikut antri ulang. Yang suka bikin jengkel kalau antrian di depan kita calo, bisa lama banget nunggunya. Bayangin saja kalau bawa 2-3 berkas, satu berkas 30 menitan lah, bisa dua jam kita nunggu dia. Yang saya juga heran, kalau yang bawa calo, kurang-kurang bener dikit tetap diterima, tapi kalau wajib pajak kayak saya ini mesti bolak-balik, apa karena uang tebusan saya kecil ya?” ungkap salah seorang wajib pajak.
Fenomena calo tax amnesty memang sepertinya tidak dapat dihindari. Namun pemerintah mestinya bijak menyikapi, agar peristiwa Gayus sang makelar kasus tidak terulang kembali. Tax amnesty sejatinya langkah awal pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak, melakukan pembenahan diri untuk potensi pajak yang lebih tinggi. Kekayaan dan sumber-sumber pajak yang dulunya sembunyi-sembunyi, kini diampuni agar kita bisa membangun negeri.
Comments are closed.