Forum Pajak – Merujuk pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tantang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan telah dialihkan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Pengelolaan ini efektif mulai 1 Januari 2014 dan sesuai dengan kesiapan Pemerintah Daerah yang dapat ditunjukkan dengan adanya Peraturan Daerah Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Secara umum pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tingkat pusat dengan di daerah tidaklah jauh berbeda. Obyek PBB misalnya, sama yaitu bumi dan/atau bangunan. Namun Perda PBB-P2 tidak mengatur pengenaan PBB untuk kawasan perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Untuk dapat mengakses ketentuan lengkap mengenai Pajak Bumi dan Bangunan di tiap-tiap daerah, Anda dapat meminta Peraturan Daerah Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Dinas Pendapatan Daerah tempat Anda tinggal.
Kali ini Forum Pajak akan sedikit menyinggung mengenai daluwarsa Pajak Bumi dan Bangunan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, secara umum pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tingkat pusat dengan di daerah tidaklah jauh berbeda. Demikian juga dalam hal pengaturan daluwarsa atau kadaluwarsa Pajak Bumi dan Bangunan. Pembahasan ini penting mengingat peralihan Pajak Bumi dan Bangunan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah menimbulkan pengadministrasian PBB ini sedikit tertunda.
Arti kadaluwarsa atau daluwarsa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sudah lewat (habis) jangka waktu. Untuk memudahkan pemahaman, Anda dapat membandingkan istilah kadaluwarsa dengan melihat tanggal kadaluwarsa yang terdapat di kemasan makanan. Makanan yang ada dalam kemasan akan dianggap kadaluwarsa jika telah melewati waktu tertentu (tanggal) yang diterakan pada kemasan. Daluwarsa terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan juga merujuk pada suatu waktu tertentu bagi petugas pajak untuk dapat menetapkan atau menagih Pajak Bumi dan Bangunan.
Dari penelusuran Forum Pajak, daluwarsa penetapan dan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan dapat dibaca di Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Se – 56/Pj.6/1992 Tentang Penetapan Dan Penagihan PBB. Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa daluwarsa penetapan PBB adalah hapusnya/gugurnya hak negara untuk menetapkan PBB yang terhutang karena lampaunya waktu 5 (lima) tahun sejak saat terhutangnya PBB. Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 saat terhutangnya PBB adalah tanggal 1 Januari tahun pajak yang bersangkutan.
Sebagai contoh, Tuan A selesai membangun rumah yang belum dikenakan PBB pada tahun 2000. Atas rumah tersebut pemerintah dapat menerbitkan SPPT PBB untuk tahun 2015, 2014, 2013, 2012, dan 2011. Untuk tahun 2010 tidak dapat ditetapkan karena hak untuk menetapkannya telah gugur dengan lampaunya waktu 5 (lima) tahun sejak saat terhutangnya PBB.
Adapun daluwarsa penagihan PBB adalah hapusnya/gugurnya hak negara untuk melakukan penagihan dengan Surat Paksa (berdasar Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa) atas PBB, termasuk bunga, denda administrasi, kenaikan, dan biaya penagihannya dengan pengecualian:
- Apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan mengenai PBB yang penagihannya telah daluwarsa, berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Telah dikeluarkan Surat Tegoran dan Surat Paksa.
- Adanya pengakuan Wajib Pajak secara langsung atau tidak langsung, antara lain:
- dilakukan pembayaran hutang pajak itu; atau
- diajukan permohonan penundaan pembayaran; atau
- diadakan pengangsuran pembayaran.
Dalam hal demikian, kadaluwarsa penagihan piutang pajak oleh negara dihitung dari saat terjadinya peristiwa-peristiwa pada huruf a, b atau c di atas.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011. Ketentuan mengenai Kadaluwarsa dapat dibaca pada Pasal 17 yang mengatur Kadaluwarsa Penagihan Pajak sebagai berikut:
- Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
- Kadaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak.
- Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
- Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hurut b, yaitu Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
- Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Anda punya pendapat lain? Silakan dibagikan di Forum Pajak ini.
Sumber gambar: portal-berita.com
Comments are closed.