Forum Pajak – Maraknya sindikat faktur fiktif di tengah upaya keras pencapaian penerimaan negara dari pajak yang masih ngos-ngosan, membuat pihak DJP gusar. Menurut data pada Direktorat Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak, sepanjang lima tahun terakhir, sindikat faktur pajak fiktif ini telah menyebabkan kebocoran pajak negara hingga lebih dari Rp 1 trilyun. Nyaris hampir setiap tahun pajak yang hilang mencapai lebih dari Rp 200 milyar rupiah.
Tahun depan, DJP akan memperluas tindakan kepada sindikat faktur pajak tidak sah ini. Langkah kebijakan yang mereka sebut penegakan hukum pengguna faktur pajak yang tidak berdasarkan atas transaksi yang sebenarnya atau Faktur Pajak TBTS ini dibarengi dengan pembentukan Satgas Penanganan Faktur Pajak TBTS yang melibatkan berbagai pihak. Faktur Pajak TBTS sendiri merupakan faktur pajak yang secara substansi tidak ada kesesuaian antara arus uang, barang dan dokumen. Dengan kata lain, cakupan kriteria faktur pajak tidak sah menjadi lebih luas dari sekadar faktur pajak fiktif.
Untuk diketahui, yang termasuk dalam kategori pengguna faktur pajak TBTS meliputi:
- Wajib Pajak tidak berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi menerbitkan Faktur Pajak
- Pengguna Faktur Pajak ganda
- Pengusaha Kena Pajak melaporkan penyerahan NIHIL namun menerbitkan Faktur Pajak
- Pengusaha Kena Pajak tidak lapor SPT tetapi menerbitkan Faktur Pajak.
Untuk saat ini, kejahatan terkait faktur pajak tidak sah tersebut masuk dalam kategori pidana perpajakan dengan ancaman pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal enam tahun; serta denda minimal 2x jumlah pajak dalam Faktur Pajak dan maksimal 6x jumlah pajak dalam Faktur Pajak. Ancaman pidana tersebut dirasa tidak cukup kuat menutup kebocoran pajak akibat ulah sindikat faktur fiktif. Untuk itu, pihak DJP membentuk Satgas khusus penanganan faktur pajak TBTS. Pada saat yang sama, klausul hukuman yang lebih berat ditambahkan pada Rancangan UU KUP yang baru. Tahun depan, pelaku yang terlibat dalam Faktur Pajak TBTS diancam hukuman pidana penjara maksimum 10 tahun dan denda maksimum Rp 5 milyar untuk wajib pajak perorangan atau Rp 15 Milyar untuk wajib pajak Badan ditambah uang pengganti kerugian negara sebesar nilai Faktur Pajak yang diterbitkan/digunakan.
Comments are closed.