Forum Pajak – Pengenaan Pajak Penghasilan atas pembelian barang sangat mewah ini sebenarnya bukan merupakan suatu yang baru. Sebelumnya pemerintah telah mengatur hal ini melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. Peraturan Menteri Keuangan yang baru, PMK NOMOR 90/PMK.03/2015 tidak mencabut PMK sebelumnya.
Namun demikian, berbagai kalangan menyuarakan keberatannya terhadap PMK 90 yang rencananya mulai berlaku sejak tanggal 30 Mei mendatang. Perubahan yang terdapat pada PMK 90 antara lain mengenai kategori barang yang digolongkan sangat mewah. Barang sangat mewah menurut PMK-253 meliputi:
- pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000,000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
- kapal pesiar dan sejenisnya dengan- harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
- rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
- apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/ atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
- kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Sedangkan yang termasuk barang sangat mewah menurut PMK-90 adalah:
- pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
- kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
- rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
- apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
- kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc; dan/atau
- kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
Pro dan Kontra Pajak Penghasilan atas Barang Sangat Mewah
Analis Mandiri sekuritas, Liliana S Bambang, kepada media menyampaikan bahwa pengenaan pajak yang baru akan membuat emiten properti terpuruk. Hal senada diungkapkan analis BNI sekuritas, Thendra Chrisnanda. Thendra berpendapat penurunan ambang nilai jual barang sangat mewah yang dikenai pajak akan memperlambat penjualan.
Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro kepada media menegaskan bahwa pengenaan pajak atas barang sangat mewah ini tidak akan memberatkan masyarakat dan dunia usaha. “Pengenaan PPh 22 itu di awal ketika Anda membeli hunian, jadi pajak yang dibayar dimuka. Nantinya akan diiperhitungkan di dalam perhitungan pajak tahunan,” kata Bambang dalam konferensi pers di kantornya sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Hal senada pendapat Menkeu disampaikan Ditjen Pajak Sigit Priadi Pramudito. “PPh 22 itu adalah prepaid tax atau pajak yang dibayar di muka. Yang kita permasalahkan adalah uang untuk membeli apartemen itu. Yang kita ingin tahu apakah sudah dibayar pajaknya atau belum. Misalkan belum, uang itu kita kenakan pajak PPh Pasal 22 sebagai kredit pajak,” tuturnya.
Pengamat perpajakan, Yustinus Prastowo, terdapat beberapa kejanggalan dalam PMK tersebut. Yustinus menyoroti penghilangan syarat akumulatif menjadi alternatif pada barang yang digolongkan sangat mewah. Sebagaimana dapat terbaca pada perubahan di atas, pemerintah mengganti kata ‘dan’ dengan ‘atau’ pada PMK-90. Perubahan ini berdampak pada kemungkinan dikenakannya PPh 22 atas rumah dengan luas di atas 400m persegi, apartemen dengan luas lebih dari 150m persegi dan motor dengan kapasitas lebih dari 250 cc, tanpa memperhatikan harga barang tersebut. Kejanggalan ini memunculkan kejanggalan lain terkait dengan batasan apa yang digunakan untuk mengkategorikan barang sebagai barang sangat mewah.
Staf Ahli Menkeu, Astera Primanto Bhakti yang sebelumnya pegawai Ditjen Pajak menjelaskan kepada media bahwa rumah dengan luas 400m persegi tetap akan dikenakan PPh Pasal 22 meskipun harganya tidak mencapai Rp 5 milyar. “Tidak ada aturan pelaksanaannya. Ya, sesuai peraturan yang ada. Itu yang berlaku,” imbuhnya.
Salah satu konsumen yang tidak ingin disebutkan namanya memberikan komentar terkait pengenaan PPh sesuai PMK-90. “Aturan pajak ini tidak adil. Bagaimana mungkin menyamakan rumah di Jakarta dengan di desa-desa dengan berpatokan ukuran luas 400m persegi? Selain itu, pajak ini dapat disebut pajak berganda. Coba bayangkan, satu pembeli membeli rumah di desa luasnya 400m persegi yang kemudian dibebani PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22,” tutupnya.
Comments are closed.