Top_Menu

kantor-pusat-djp-direktorat-jenderal-pajak

Memilih Dirjen Pajak

Ada satu fenomena menarik pada pemilihan para pejabat eselon I Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Lima jabatan dilelang untuk pertama kalinya. Di antara 5 jabatan yang dilelang,- jabatan Dirjen Pajak tampak paling diminati pelamar. Beberapa media melansir, pelamar Dirjen Pajak mencapai 29 orang, boleh dikata mengalahkan jumlah pelamar di jabatan eselon I  seperti Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Staf Ahli Menkeu Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi, dan Staf Ahli Menkeu Bidang Penerimaan Negara.

1416873520twitpajakHarus diakui jabatan Dirjen Pajak tetap seksi di tengah anomali-anomali yang meliputinya. Lihat saja misalnya soal gaji. Beredar kabar di media sosial, penghasilan pimpinan institusi tulang punggung APBN sebesar lebih dari 1000 Trilyun ini tampak paling kecil dibanding institusi penyokong APBN lainnya (lihat gambar). Padahal kita tahu beban capaian pajak dari tahun ke tahun semakin berat. Presiden Jokowi mengarahkan, penerimaan pajak diharapkan meningkat kurang lebih 600 trilyun. Tentu ini bukan pekerjaan mudah di tengah kondisi ekonomi yang kurang baik dan rupiah yang tak kunjung menguat. Sementara publik tahu, Direktorat Jenderal Pajak tidak pernah mampu mencapai target selama 10 tahun terakhir, kecuali tahun 1998.

Persoalan lain yang juga tak kalah berat adalah reformasi birokrasi di lingkungan pajak. Isu-isu mentah dan kurang bertanggung jawab telah mengikis sebagian besar semangat kerja pegawai. Sebut saja misalnya pembentukan badan penerimaan pajak yang tidak punya kepastian, imbalan kerja yang tidak ada peningkatan selama bertahun-tahun, beban kerja dan imbalan yang tidak berimbang antar satu kantor dengan kantor lain dan belum lagi ditambah isu PNS yang diminta berhemat. Maka Dirjen Pajak yang terpilih, mau tidak mau berhadapan dengan persoalan motivasi pegawai untuk meningkatkan daya ungkitnya.

Meski banyak persoalan yang dihadapi, tokh rakyat melihat animo para pelamar jabatan Dirjen Pajak yang tetap tidak surut. Wajar jika kemudian banyak yang dengan nada sinis mempertanyakan komitmen institusi ini untuk berbenah diri. Pengamat Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Ucok Sky Khadafi menilai, nantinya orang yang dipilih pastinya orang yang dekat dan sesuai dengan kebutuhan mereka. “Saya yakin Pansel menilai bukan dari kapasitas si calon. Tapi dari kedekatan,” ucapnya kepada Sindonews. Pendapat lain disampaikan, Fuad Bawazier. Mantan Dirjen Pajak ini menilai, pelelangan jabatan Dirjen Pajak tidak obyektif dan sarat kepentingan. Ia menambahkan, pada akhirnya akan terjadi saling lempar tanggung jawab antara satu pihak dengan pihak lain.

Berbagai anomali tersebut berujung pada kesimpulan bahwa bangsa ini seharusnya memilih Dirjen Pajak bukan semata-mata memilih orang yang tahu pajak dan mampu memasukkan uang ke kas negara. Banyak orang di Direktorat Jenderal Pajak yang tahu seluk beluk pajak. Persoalannya mereka membutuhkan motivator sekaligus pelindung dalam arti positif, dalam upaya mencapai target pajak. Memilih Dirjen Pajak juga gerbang awal pemerintah menunjukkan komitmen terhadap budaya bersih KKN. Dengan demikian maka Dirjen terpilih adalah juga simbol reformasi birokrasi, menepis prasangka negatif yang beredar seputar lelang jabatan ini.

Komitmen budaya bersih KKN berarti juga komitmen pada penegakkan hukum. Persoalan pajak tidak dapat dilepaskan dari persoalan hukum. Pengusaha dan pegawai pajak juga sama-sama membutuhkan kepastian hukum. Perlindungan dan motivasi pegawai di satu sisi dan penegakan hukum di sisi lain adalah domain yang semestinya dikuasai Dirjen terpilih. Semoga lelang jabatan ini bukan berarti memberikan jabatan kepada yang memberikan tawaran beli tertinggi.

, , , ,

Comments are closed.