JAKARTA – Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) akan menghadapi tantangan serius dalam menjalankan target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015. Salah satunya adalah memenuhi target penerimaan pajak.
Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2015, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mematok penerimaan perpajakan tahun depan sebesar Rp 1.370,8 triliun, naik 10 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 yang sebesar Rp 1.246,1 triliun.
Salah satu strategi pajak Jokowi yang perlu dicermati ialah menerapkan pajak progresif terhadap orang-orang kaya berpenghasilan di atas Rp 500 juta setahun dan masyarakat berpenghasilan tinggi. “Strategi ini merupakan upaya memperluas sasaran wajib pajak,” kata Hendrawan Supratikno, anggota tim perumus kebijakan ekonomi Jokowi-JK, kemarin (24/8/2014).
Pemerintahan Jokowi-JK juga berniat memberi insentif berupa pengampunan pajak (tax amnesty) bagi pengusaha yang mau membawa pulang duitnya dari luar negeri. “Tapi, perlu kajian lebih lanjut, karena masih pro dan kontra,” imbuh dia.
Sampai saat ini belum ada kajian yang pasti seputar potensi dana pengusaha Indonesia di luar negeri. Namun Pusat Dana Bisnis Indonesia yang dipimpin oleh Christianto Wibisono pernah menyebutkan nilainya 400 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.400 triliun.
Optimalisasi pembayaran pajak via online juga akan digarap serius. “Cara ini mempermudah membayar pajak,” kata politikus PDIP tersebut.
Sumber lain adalah kepatuhan pegawai negeri sipil membayar pajak juga bakal digenjot. Plus, potensi pajak dari barang konsumtif dan pajak bahan bakar minyak (BBM), termasuk yang dilirik sebagai sumber pemasukan pajak. Sayang, belum jelas bagaimana mekanismenya.
Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo, berpendapat, Jokowi-JK perlu meninjau struktur tarif perpajakan. Contohnya, sektor konstruksi yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) final cuma 2 persen. Sektor ini sebaiknya dikembalikan pada perhitungan dulu, yakni 25 persen dari laba.
Selain itu, tarif PPh wajib pajak pribadi perlu dinaikkan dan rentang pendapatan golongan ini perlu ditingkatkan. Misalnya, masyarakat berpenghasilan Rp 250 juta-Rp 1 miliar per tahun dikenakan PPh 15 persen-20 persen, Rp 1 miliar-Rp 5 miliar sebesar 30 persen, dan di atas Rp 5 miliar, 32 persen-35 persen.
Pengamat pajak Darussalam menyarankan, Jokowi-JK memperluas subjek dan objek pajak. Selama ini pemerintah fokus ke pertambangan, perdagangan, pengolahan, jasa dan konstruksi. “Sektor informal belum maksimal. Padahal, sektor ini menyumbang banyak ke PDB,” katanya.
Sumber: Kompas.com, 25 Agustus 2014
Comments are closed.