Top_Menu

kebijakan-pajak-daerah-dan-desentralisasi-fiskal

Desentralisasi Fiskal & Pengaruh Kebijakan Pajak Terhadap Persaingan Antar Pemerintah Daerah #2

Dampak Kebijakan Pajak Terhadap Persaingan Antar Pemerintah Daerah

Adanya UUPDRD diharapkan meminimalisir permasalahan persaingan/kompetisi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengumpulkan pajak (Tax Collection). Namun hal tersebut masih berpeluang terjadi meskipun tidak secara terang-terangan. Untuk melihat ada tidaknya problem tersebut, berikut akan dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan teori perilaku konsumen (consumer’s behavior).

1. Vertical base competition

Untuk melihat ada atau tidaknya Vertical Base Competition, akan digunakan teori Income Consumption Curve (ICC) dan Engel Curve untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah pusat pada penerimaan pajak pemerintah daerah.

Jika pada suatu saat pemerintah pusat menaikkan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) untuk menaikkan penerimaan Pajak, maka pendapatan riil konsumen akan turun, sehingga menyebabkan kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa yang dikonsumsi juga turun.

kebijakan-pajak-pemerintah-daerah

Ket: X= kuantitas konsumsi di restoran, Y= kuantitas konsumsi dirumah
I= Income/pendapatan

Akibat kemampuan konsumen berkurang maka konsumsi di restoran juga akan dikurangi, dampaknya kuantitas penjualan makanan dan minuman berkurang. Dengan asumsi cateris paribus, harga barang (P) di restoran tetap, maka akan diperoleh penurunan Total Revenue (TR) dari restoran sebesar ∆TR=P(X1-X2). Penurunan Pajak Restoran (PRs) berbanding lurus dengan penurunan TR, yaitu sebesar ∆PRs=Tarif x ∆TR

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat Vertical Base Competition sebagai akibat kebijakan pajak pada pemerintah pusat. Jika pada contoh di atas kenaikkan tarif pajak pusat mengakibatkan penurunan penerimaan pajak restoran, dampak sebaliknya juga bisa terjadi, yaitu penurunan tarif pajak pusat dapat berdampak pada kenaikkan pajak daerah.

2. Horizontal Rate Competition

Persaingan antar level pemerintah yang sama (antar pemerintah daerah/pemda) juga bisa terjadi. Dengan menggunakan analisis efek substitusi dan efek pendapatan (substitution & Income effects) akan terlihat persaingan tersebut.

Diasumsikan bahwa terdapat dua kota yang berdekatan dan sebanding untuk dilakukan analisis, yaitu kota X dan kota Y. Pada awalnya kedua kota sama-sama menerapkan tarif Pajak Hiburan atas tempat Karaoke yang sama yaitu t%. Pada suatu saat kota Y menurunkan Pajak Hiburan.

kebijakan-pajak-pemerintah-daerah-2

Ket: X= kuantitas Konsumsi Hiburan di kota X, Y= kuantitas Konsumsi Hiburan di kota Y, IC=indifferent curve, A=Budget line

Akibat dari penurunan Pajak Hiburan di kota Y maka terjadi penurunan harga hiburan dikota tersebut, sesuai hukum permintaan, jika harga turun maka permintaan naik, sehingga terjadi kenaikkan konsumsi Hiburan di kota Y dan konsumen mengurangi konsumsi Hiburan di kota X dan beralih ke kota Y karena harganya lebih murah, keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, masih pada tingkat kepuasan yang sama. Perilaku konsumen berusaha untuk memaksimalkan budget (budget line naik karena kenaikan relatif pendapatan), maka keseimbangan akan bergeser ke titik C. Kuantitas konsumsi hiburan di kota X akan berubah sebanyak ∆X=X1-X3. Dengan asumsi bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sama, maka penerimaan Pajak Hiburan (PH) di kota X akan turun sebesar ∆PH= t% x DPP x ∆X. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan tarif Pajak Hiburan Kota Y berdampak turunnya penerimaan Pajak Hiburan Kota X.

Penurunan tarif pajak tidak berarti selalu berakibat penurunan penerimaan pajak, sebagaimana terlihat dari hasil analisis efek substitusi dan efek pendapatan diatas, bahwa penurunan tarif berdampak kenaikkan kuantitas konsumsi hiburan kota Y, yang tentu saja kenaikkan kuantitas akan berbanding lurus dengan kenaikkan penerimaan Pajak Hiburan. Melihat contoh diatas dampak sebaliknya terjadi pada kota lainnya (kota X) yaitu terjadi penurunan penerimaan pajak, untuk itu pemerintah daerah harus hati-hati dan jangan sampai salah dalam mengambil kebijakan. Apalagi dengan menaikkan tarif pajak daerah (jika tarif pajak daerah belum berada pada tarif maksimal), dapat berdampak semakin turun penerimaan pajak daerahnya jika kenaikan tarif tersebut melebihi batas kemampuan masyarakat. Pemerintah daerah seharusnya juga tidak semena-mena menerapkan tarif tertinggi, yang dapat menjadi bumerang dengan tidak tercapainya tujuan tax collection yang optimal. Melalui Kurva Laffer (The Laffer curve) dapat dilihat bahwa penurunan atau kenaikkan tarif pajak tidak selalu berdampak sesuai ekspetasi. The Laffer curve dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

kebijakan-pajak-pemerintah-daerah-3

Gambar 3: The Latter Curve (Sumber: Laffer Center)

Seperti terlihat digambar, bahwa jika pemerintah mengenakan tarif pajak 0% penerimaan pajak akan sama dengan tarif 100%, yaitu nihil, karena tidak ada orang yang bersedia bekerja jika take home pay-nya jadi nihil karena terkena pajak semua. Alasannya adalah bahwa tarif pajak memiliki dua efek pada pendapatan yaitu aritmatika/matematis dan efek ekonomi. Efek matematis , yang berarti bahwa jika tarif diturunkan, penerimaan pajak per dolar dari basis pajak akan turun, dan sebaliknya jika tarif pajak dinaikkan maka penerimaan pajak akan naik. Akan tetapi Efek ekonomi menyatakan bahwa tingkat pajak yang lebih rendah akan merangsang orang untuk bekerja, menghasilkan output, dan membuka kesempatan kerja. Demikian sebaliknya, menaikkan tarif pajak akan menghukum (berdampak buruk) terhadap orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini. The Laffer Curve menunjukkan apa yang terjadi ketika efek ekonomi dan efek aritmatika berbenturan, menjelaskan mengapa kenaikan pajak dapat mengurangi aktivitas pajak dan meningkatkan pendapatan tetapi tidak seperti yang diperkirakan, sebaliknya pemotongan pajak dapat meningkatkan aktivitas pajak dan meningkatkan pendapatan lebih daripada yang diperkirakan. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus bijak dalam tahap penyusunan tarif pajak, jangan sampai karena hanya mengikuti daerah lain yang menaikkan pajak tetapi justru berdampak negatif dengan tidak tercapainya penerimaan pajak sesuai harapan. Terutama jika penentuan tarif pajak berada pada prohibitive area.

, , , , , , ,

Comments are closed.