Untuk semua sahabat,
Semula, dari suatu diskusi tentang inovasi (di kantor), yang berkembang ke hal-hal lain yang berkaitan dengan kreatifitas. Kami bercakap-cakap dan menyimpulkan dalam percakapan tersebut bahwa: Kemampuan berfikir adalah anugerah Tuhan yang dikaruniakan sejak seseorang masih dibentuk dalam kandungan ibunya. Setiap orang memperolehnya. Lalu kenapa ada yang lebih cerdas dari yang lainnya?
Percakapan berkembang, pengalaman para diskusan pun di-share untuk disimak, dan kami mencoba belajar. Kemampuan berpikir yang hebat dan dahsyat, yang dianugerahkan kepada kita semua dengan gratis, ternyata dalam perjalanan hidup selanjutnya sangat dipengaruhi oleh banyak sekali faktor.
Dan penyebab utama kegagalan untuk berkembangnya sering kali terjadi karena kita sendiri yang memenjarakan pikiran kita, dalam penjara yang kita ciptakan dalam pikiran kita sendiri. Ada penjara usia, pangkat, jabatan, suku, agama, ras, kasta, kemampuan ekonomi, dan masih banyak penjara lain yang kita buat atau dibuat oleh lingkungan kita sehingga kita gagal memanfaatkan kemampuan rohani yang dianugerahkan Tuhan untuk kita.
Akibatnya kita gagal berinovasi, gagal membangun kreatifitas, gagal berbuat yang baik, dan akhirnya gagal berkontribusi. Terjebak dalam cara, pikiran, model, batas-batas maya, paradigma ataupun cara pandang yang sama dari waktu ke waktu, seolah tak tersedia pilihan dan alternatif dalam banyak aspek kehidupan yang kita jalani.
Akhirnya kami sampai pada kesimpulan, dan memutusan untuk melatih berfikir secara merdeka, karena ‘sebuah pikiran yang paling konyol dan absurd’ sekali pun bisa dijelajahi dengan tidak menghadapi resiko apa apa. Suatu excercise yang ekstrim.
Alangkah eloknya bila kita semua yang duduk dalam suatu meja diskusi dan masing masing orang boleh menyumbangkan pikirannya tanpa kawatir salah, karena itu adalah anugerah Tuhan yang harus dibagikan kepada orang lain juga. Tentu soal etika, moral dan nilai-nilai kebaikan adalah batas yang harus dicermati ketika kemerdekaan berpikir memang ditujukan untuk suatu kebaikan. Oleh karena itu kami percaya bahwa “KEMERDEKAAN BERFIKIR” adalah suatu yang esensial, necessary condition agar bisa ‘berubah untuk berbuah’, berkontribusi dan mengambil inisiatif untuk suatu tindakan kebaikan.
Seperti Bung Karno yang menulis ‘Indonesia Menggugat’, kaya dengan jelajah pikiran dan filosofi yang mendasari argumen bahwa Bangsa Indonesia harus merdeka, ketika secara fisik ia dipenjara di penjara Sukamiskin, Bandung.
Dan seorang sahabat, Nufransa, mengirim saya kutipan yang ditemuinya: “Cogitationis poenam nemo patitur” yang kira-kira artinya “Nobody should be punished for his thoughts”, TAK ADA ORANG YANG HARUS DIHUKUM KARENA PIKIRANNYA.
Terima kasih Frans dan terima kasih teman-teman. Mari kita pelihara KEMERDEKAAN PIKIRAN untuk tujuan yang baik, merdekakan pikiran kita agar ia bernas dengan kreatifitas, yang berbuah inovasi yang disumbangsihkan untuk kemajuan Indonesia tercinta. Dimanapun kita berada, berapapun usia kita, apapun kedudukan kita, siapapun sejatinya kita. Sebab penjara yang kita buat dalam pikiran kita lebih kejam dari penjara fisik.
Salam Merdeka,
Sumber: Note FB Wahyu Tumakaka, 17 Juni 2010
Comments are closed.