kasus-pajak-taksi-uber

Inovasi dan Regulasi Pajak; Kasus Taksi Uber

Kontroversi Taksi Uber di Indonesia masih terus berlanjut. Terakhir lima orang sopir yang menggunakan aplikasi Uber dijebak Organda ke kantor polisi. Organda menuding Uber tidak mengindahkan aturan main yang selama ini diterapkan pada pengusaha angkutan umum. Di sisi lain Uber berkeras bahwa kegiatan bisnis mereka bukanlah angkutan umum. Uber tidak melanggar hukum, karena aturan main Organda tidak berlaku bagi Uber. Uber hanya berupa aplikasi mobile yang menghubungkan pemilik kendaraan dengan orang yang membutuhkan layanan transportasi.

Sementara itu, masyarakat dan pemerintah terlihat gamang dalam menyikapi Uber ini. Kebanyakan masyarakat yang sudah pernah menggunakan layanan Uber berkomentar positif. Tentu saja karena buat konsumen yang penting adalah kualitas layanan dan harga yang lebih murah. Sementara pemerintah lebih bersikap menolak kehadiran Uber dengan alasan utama bahwa Uber tidak mengikuti berbagai aturan, diantaranya tidak membayar pajak.

Uber yang inovatif

Uber dikenal masyarakat sebagai start up bisnis yang berhasil unggul di pasar karena inovasinya. Sebenarnya Uber tidaklah terlalu inovatif. Tidak ada ide atau metode yang benar-benar baru dan orisinil dari Uber. Tidak heran bahwa Uber tidak masuk dalam daftar 50 perusahaan paling inovatif di dunia.  Uber memenangi pasar semata karena menerapkan kembali teori pasar yang sesungguhnya sudah diketahui banyak orang.

Uber menyediakan kondisi pasar bebas yang ideal. Dia menghubungkan permintaan (calon penumpang) dengan persediaan (pemilik kendaraan) secara langsung. Pasar ini dibangun dengan akses informasi yang terbuka bagi kedua pihak sembari menekan biaya transaksi sekecil mungkin. Intervensi pihak lain, termasuk pemerintah, tidak ada dalam pasar ini. Aplikasi mobile memungkinkan itu semua terwujud calon penumpang, sebelum naik taksi Uber, sudah mengetahui identitas sopir dan kendaraan yang akan disewa. Setelah menentukan lokasi keberangkatan dan tujuan, maka informasi tentang jarak dan rute, perkiraan waktu perjalanan, dan harga yang harus dibayar pun akan terlihat. Setelah sampai di tempat tujuan, tagihan akan disampaikan ke kartu kredit penumpang. Kemudian penumpang dapat memberi penilaian atas pelayanan sopir yang akan menjadi rating si sopir sebagai bahan pertimbangan bagi calon penumpang berikutnya. Reputasi yang terbentuk tidak akan bohong.

Di sisi lain, bagi pemilik kendaraan, akses terhadap database pelanggan Uber memungkinkan agar utilitas kendaraan terpakai maksimal. Sepanjang pengemudi menginginkan, dia dapat menarik penumpang sebanyak yang dia mau. Sebaliknya, jika ingin beristirahat, pengemudi dapat berhenti sesuka hatinya tanpa ada konsekuensi. Serasa seperti pemilik usaha sendiri, bukan sebagai karyawan.

Uber juga dapat mengubah tarif secara fleksibel mengikuti mekanisme pasar. Tarif dapat dinaikkan ketika banyak order dari calon penumpang sementara kendaraan yang tersedia hanya sedikit (over demand). Sebaliknya akan diturunkan ketika banyak driver beredar di jalanan sementara calon penumpang sedikit (over supply). Misalnya ketika terjadi aksi penyanderaan oleh teroris di café Lindt Sidney, Uber menaikkan tarif hingga berlipat ganda, meskipun akibatnya Uber segera menuai kecaman dari netizen. Mereka mengecam Uber sebagai perusahaan yang tidak sensitive, memanfaatkan kondisi krisis untuk mencari keuntungan. Namun argumentasi Uber sangat logis, bahwa hanya dengan menaikkan tariflah, para pemilik kendaraan mendapat insentif untuk menolong orang keluar dari wilayah berbahaya. Karena insentif pelaku pasar adalah laba.

Dengan menerapkan prinsip dasar ekonomi pasar bebas ini, Uber dapat memberikan tarif yang sangat kompetitif dibanding layanan taksi konvensional. Ketika para pelaku pasar dapat berinteraksi langsung dalam akses informasi terbuka dengan biaya transaksi yang minim, dapat dipastikan bahwa harga barang atau jasa akan turun. Tidak heran banyak orang yang senang menggunakan taksi Uber, mendapat layanan lebih dengan harga lebih murah. Harga yang terbentuk adalah harga paling ekonomis secara teori, yaitu harga pasar.

Uber yang menghindari pajak?

Sebagai perusahaan aplikasi mobile, Uber dapat beroperasi di Indonesia tanpa perlu membuka kantor cabang. Uber dapat dijalankan secara remote dari luar wilayah Indonesia. Padahal supaya dapat dikenakan pajak atas kegiatan bisnisnya di Indonesia, Undang-Undang PPh mensyaratkan harus ada Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. BUT ini berupa wujud fisik seperti kantor, pabrik, bengkel, atau server computer dalam hal usaha yang dijalankan melalui internet.

Maka sangat masuk akal jika Uber enggan membuka kantor cabang di Indonesia. Permintaan Gubernur DKI yang telah berulang kali pun mereka abaikan. Hal yang sama juga berlaku pada perusahaan berbasis internet lainnya seperti Facebook, Blackberry, Amazon, Google, dll. Begitu mendirikan kantor cabang di Indonesia, akan ada konsekuensi dikenakan pajak atas kegiatan usaha.

Memang benar bahwa masih dimungkinkan Uber tetap memiliki BUT di Indonesia, yaitu BUT Non Fisik. Uber tidak bisa menghindar dari kegiatan marketing, riset pasar, public relations, dan sejenisnya di Indonesia. Apabila Uber secara teratur dan rutin melakukan kegiatan tersebut di Indonesia, maka Uber dapat dikatakan mempunyai BUT (non fisik) di Indonesia. Namun harus juga diingat bahwa keberhasilan pemajakan masih tergantung dari apakah benar-benar dapat diterapkan dan dipungut. Hal ini mengingat minimnya asset yang dapat disita untuk menjamin pembayaran pajak.

Untungnya di Indonesia Uber masih bekerja sama dengan perusahaan rental mobil sebagai penyedia kendaraan dan sopir. Belum ada layanan UberPop misalnya, yang memungkinkan orang pribadi pemilik kendaraan dan SIM untuk mendaftar sebagai rekanan Uber. Dari sisi pajak ini sangat menguntungkan Indonesia karena DJP dapat menerapkan ketentuan pemotongan PPh Pasal 23/26 bagi perusahaan rekanan Uber tersebut. Penghasilan Uber dapat dikategorikan sebagai jasa perantara. Sejatinya perusahaan rental mobil menggunakan jasa aplikasi Uber untuk mendapatkan penumpang.

Karena itu, DJP hendaknya segera membuat regulasi yang antisipatif, mengingat kegiatan bisnis yang sarat teknologi informasi berubah dengan sangat cepat. Regulasi yang dapat menjamin penerimaan pajak, sembari tetap memberi ruang bagi bisinis yang inovatif dan bermanfaat bagi masyarakat.

, , , , , , ,

Comments are closed.