penganjur-prinsip-pemajakan

Prinsip-prinsip Pemajakan

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel Reformasi Pajak 1983 sebagai bagian dari seri Kilasan Sejarah Pajak Penghasilan di Indonesia.

Forum Pajak – Perubahan dan perbaikan terus menerus tak mungkin terhindarkan seiring dengan perubahan tuntutan jaman dan dalam upaya penerapan praktik-praktik terbaik perpajakan yang mengadaptasi prinsip-prinsip pemajakan sebagaimana diuraikan Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nation. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

  • Prinsip keadilan (equality), baik keadilan vertikal maupun keadilan horizontal. Prinsip keadilan pada intinya memandang bahwa pemajakan memperhatikan hak dan kewajiban pembayar pajak. Pembayar pajak dengan kondisi yang sama akan dikenai pajak yang sama (keadilan horizontal). Sementara pembayar pajak dengan jumlah penghasilan lebih besar akan menanggung beban yang lebih besar dari pada pembayar pajak dengan penghasilan kecil (keadilan vertikal).
  • Prinsip kepastian (certainty). Prinsip ini memberikan kemudahan bagi pembayar pajak mengenai apa yang dipajaki, berapa pajaknya, kapan dan bagaimana pemenuhan kewajiban pembayar pajak dilakukan.
  • Prinsip kenyamanan (convenience). Prinsip ini sejalan dengan sistem self assessment yang mana pembayar pajak memiliki pilihan untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
  • Prinsip ekonomi (economy). Prinsip ini menekankan adanya pertambahan nilai atau manfaat dari aktivitas pemajakan, baik bagi pemerintah maupun bagi pembayar pajak. Dalam prinsip ini, pemerintah akan menerapkan sistem pemajakan yang efektif dan efisien seperti biaya pemungutan pajak yang rendah. Selain itu sistem pemajakan juga memberikan kemudahan bagi pembayar pajak untuk memenuhi kewajiban pajak secara efektif dan efisien.

Konsep-konsep Pemajakan

Selain prinsip-prinsip dasar pemajakan tersebut, undang-undang perpajakan Indonesia masa kini juga menggunakan konsep-konsep pemajakan yang banyak berlaku di berbagai negara. Konsep-konsep pemajakan tersebut antara lain:

  • ability to pay concept (daya pikul). Konsep ini menekankan bahwa pajak yang dikenakan tidak melebihi kemampuan pembayar pajak untuk memenuhi kewajibannya. Contoh, pajak penghasilan dikenakan pada laba bersih.
  • Separate entity concept. Konsep yang melihat orang dan badan usaha secara terpisah, merujuk pada kemampuan melakukan tindakan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Contoh, pajak penghasilan atas laba perusahaan berbeda dengan pajak penghasilan salah satu pemegang saham perusahaan.
  • pay-as-you-go concept. Konsep yang menekankan pemajakan sesegera mungkin. Biasanya pajak yang dibayar akan dikreditkan pada akhir tahun. Contoh, pemotongan pajak penghasilan pasal 23.
  • all-inclusive income principle. Konsep yang menekankan bahwa sepanjang memenuhi kriteria sebagai penghasilan, maka akan dikenai pajak. Prinsip ini termuat dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
  • realization principle. Konsep yang terkait dengan konsep all-inclusive income yang mana konsep ini memberikan sedikit batasan bahwa pemajakan akan dilakukan jika telah ada realisasi. Dalam praktiknya, konsep ini lebih banyak diterapkan pada pengakuan biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
  • legislative grace, merupakan konsep pemajakan dapat dilakukan dengan dan untuk tujuan-tujuan tertentu dalam upaya menjalankan fungsi regulerend. Konsep ini biasanya muncul dalam bentuk pemberian fasilitas-fasilitas perpajakan. Contoh adanya konsep penghasilan tidak kena pajak yang diberikan pada wajib pajak perorangan.
  • business purpose concept. Konsep ini masih berkaitan dengan konsep legislative grace khususnya terkait dengan biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto. Dalam undang-undang tercermin dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a: …biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan..
  • accounting method concept. Konsep ini memberikan pilihan pemajakan dengan merujuk pada metode-metode akuntansi yang berterima umum. Pemajakan di Indonesia, khususnya terkait dengan pajak penghasilan badan merujuk pada konsep metode akuntansi. Salah satu contoh nyata terdapat pada Pasal 28 UU KUP.
  • tax-benefit rule. Secara sederhana, tax-benefit rule merupakan aturan main bahwa suatu obyek pajak tidak dapat dipajaki lebih dari sekali atau suatu obyek pajak tidak dapat memperoleh manfaat pajak lebih dari sekali. Contoh, perusahaan membayar biaya jasa yang kemudian dikurangkan pada penghasilan bruto. Ternyata sebagian biaya dikembalikan oleh rekanan. Maka biaya yang dikembalikan tersebut akan dianggap penghasilan dan dikenai pajak.
  • substance over form concept. Konsep substansi mengungguli bentuk ini terkait dengan konsep arm’s lenght doctrine. Dalam konsep ini, pemajakan bisa saja memberi penekanan cara memandang yang berbeda atas suatu obyek pajak jika berdasarkan penelitian atau pemeriksaan ternyata substansi suatu obyek berbeda dengan bentuk yang terlihat di permukaan. Contoh konsep ini misalnya terdapat pada Pasal 18 ayat (3) UU PPh: “…dan menentukan hutang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak…”
  • arm’s length doctrine. Doktrin ini berkaitan erat dengan konsep entitas yang terpisah. Doktrin ini menekankan bahwa setiap pihak yang bertransaksi memiliki daya tawar yang sebanding dalam upaya memaksimalkan keuntungan mereka masing-masing. Contoh, penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi antara wajib pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa (Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010).
  • presumptive taxation concept. Konsep ini lebih mengarah pada tata cara pemajakan di mana pajak yang dikenakan berdasarkan pada pendugaan. Konsep ini juga merupakan pelengkap dari konsep metode akuntansi. Argumentasi atas dilakukannya pendugaan ini karena pemerintah memandang sulitnya menentukan dasar pemajakan yang akurat secara akuntansi. Contoh, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Dalam praktiknya, konsep-konsep tersebut tidak selalu berbenturan dengan prinsip-prinsip dasar pemajakan. Itu juga yang menjadi pertimbangan untuk terus menerus dilakukan reformasi peraturan perpajakan hingga saat ini dalam upaya mewujutkan pemajakan yang semakin adil dan demokratis.

Sumber literasi ada pada penulis.

, , , , , , ,

Comments are closed.