pengelolaan-pajak

Melihat Pajak dengan Cara Berbeda

Sebagian besar pembaca mungkin sudah jenuh dengan istilah penerimaan pajak. Sebagian lain mungkin mempertanyakan ‘apa manfaat dari pajak yang telah kita bayar’. Dan kita akan bertemu dengan jawaban yang ‘itu-itu’ saja.
Orang yang berpikir dalam konteks negara sudah tahu, pajak merupakan tulang punggung jalannya roda pemerintahan. Tidak perlu diulang-ulang soal berapa trilyun pajak di APBN, atau berapa uang pajak yang dikucurkan untuk pembangunan segala macam. Di titik ini, kita akan berputar-putar pada masalah klise dan retoris. Dan biasanya ini berakhir dengan ketidaksepakatan.
Jika perlu adanya penebalan kata, maka kata-kata itu adalah bahwa persoalan pajak tidak melulu berhenti pada soal tercapai atau tidaknya penerimaan. Penyederhanaan persoalan ini kadang masih dipersempit lagi sebagai persoalan Direktorat Jenderal Pajak sebagai pengumpul pajak. Kita acap kali lupa ada persoalan lain yang tidak kalah pentingnya yaitu sejauh mana tingkat kepuasan warga masyarakat atas penggunaan uang pajak yang dihimpun dari masyarakat. Maka pertanyaan kepada otoritas pajak soal ‘apa manfaat dari pajak yang telah kita bayar’ tidak semestinya dipandang sebagai keengganan masyarakat membayar pajak. Pertanyaan ini lebih merupakan representasi harapan masyarakat terhadap pemerintahnya.
Maka tidak berlebihan kiranya jika elemen-elemen pemerintah, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif memberi jawaban, mempersempit kesenjangan harapan dengan kenyataan yang dihadapi masyarakat. Masyarakat tidak banyak yang paham soal ‘tidak ada kontra prestasi langsung pajak’. Masyarakat lebih paham adanya jalan yang tidak berlubang, biaya pendidikan terjangkau, layanan pemerintah memuaskan, penegakan hukum berjalan secara adil dan hal-hal konkrit yang berkait paut dengan kehidupan mereka.
Dalam skope yang lebih sempit, pebisnis -baik perusahaan maupun perorangan, ingin usahanya berjalan lebih lancar dan baik-baik saja. Dan kita tahu, berbagai institusi terlibat dalam proses berlangsungnya perniagaan. Maka pasar yang nyaman bagi pedagang, ijin yang cepat, transparan, efisien dan tidak koruptif adalah contoh-contoh jawaban pemerintah atas pajak yang telah dipungut. Di sini institusi-institusi non pajak turut bertanggung jawab atas penggunaan uang pajak yang dibayar masyarakat. Dari institusi pajak dan Badan Kebijakan Fiskal, hal semacam kebijakan pajak yang mampu mendorong ekonomi bergerak lebih cepat dan efisien seyogyanya dipertimbangkan. Penekanan pajak pada fungsi regulerend lebih dioptimalkan ketimbang fungsi budgetair semata. Kebijakan pajak yang kurang adil diperbaiki. Usaha yang tumbuh, perniagaan yang  tumbuh dan ekonomi yang tumbuh dan berkembang, pada akhirnya akan berkontribusi positif terhadap penerimaan pajak.
Ketika institusi pajak dan non pajak bersinergi mewujudkan harapan masyarakat, maka itulah kontra prestasi langsung yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya. Di titik ini, kita dapat melihat pajak tampil sebagai sahabat bagi rakyat dan ada di tengah masyarakat sebagai representasi pemerintahnya. Ketika segenap elemen pemerintah, mulai tingkat pusat hingga ke daerah terkecil, yang notabene gajinya bersumber dari pajak, mampu merepresentasikan kehadiran uang pajak dan mempersempit kesenjangan harapan masyarakat dengan kenyataan, maka pandangan pajak sebagai tuyul yang dibenci di satu sisi namun diharapkan di sisi lain, sedikit demi sedikit dapat kembali ke lajur yang semestinya. Dan kita pun tidak keberatan jika menjaga pajak sebagai representasi nadi kehidupan negeri ini bukan?

, , , , ,

Comments are closed.